Selasa, 17 April 2012

Kluyveromyces lactis


Kluyveromyces lactis biasanya ditumbuhkan dalam medium ragi standar pada suhu optimal 28°C. Untuk siklus hidup pada dasarnya mirip dengan S. cerevisiae. K. lactis adalah ragi Saccharomyces bioteknologi & non-ilmiah yang penting meskipun itu adalah ragi tunas ascomycetous yang erat kaitannya dengan S. Cerevisiae. K. lactis telah menjadi alternatif yang menarik karena mempunyai sifat metabolisme dan fisiologis yang berbeda. K. lactis merupakan khamir yang mampu memfermentasi laktosa menjadi asam laktat dan merupakan mikroorganisme yang tidak patogen. Penggunaan enzim lactase (β-galactosidase) dari K.lactis pada susu pasteurisasi meningkatkan kecepatan reaksi hidrolisis laktosa sehingga meningkatkan kadar gula total susu pasteurisasi. K.lactis adalah salah satu organisme utama yang tumbuh di industri dalam fermentor untuk menghasilkan chymosin (rennet) dalam skala besar. Di skala komersial, rennet (chymosin) menggantikan bentuk konvensional yang diperoleh dari hewan yang disembelih, sekarang banyak digunakan dalam produksi keju.
C. Manfaat Kluyveromyces lactis
1. Menghasilkan chymosin
Chymosin, adalah enzim koagulasi susu yang ada di dalam rennet. Rennet,yang biasanya digunakan dalam pembuatan susu dan produk susu lain, diambil dari lambung keempat anak sapi. Sebagai enzim proteolitik, chymosin menghidrolisis ikatan spesifik pada kappa-casein susu, pemutusan ikatan menjadi dua peptida, para-kappa-casein dan makropeptida. Pada susu, kappa-casein bertindak sebagai stabilizer. Setelah aktivitasini dirusak oleh chymosin, koagulasi susu muncul. Dalam perkembangannya teknologi rekombinasi DNA bisa memperoleh chymosin dari strain bakteri, khamir atau jamur yang non-toksik dan non patogenik yang ditransformasikan dengan vektor plasmid yang mengandung kode sekuen DNA sebagai perkursor chymosin.
Berikut ketiga rekombinan chymosin yang telah diidentifikasi:
(1) chymosin A dari Escherichia coli K-12
(2) chymosin B dari Kluyveromyces lactis
(3) chymosin B dari Aspergillus niger var. Awamori
Keju merupakan produk susu yang paling banyak dikonsumsi. Secara umum pembuatan keju diawali dari pasteurisasi susu, kemudian pemberian penggumpal, biasanya berupa enzim yang berasal dari rennet atau mikroba yang dapat mengasamkan susu. Setelah beberapa jam akan terpisah menjadi gumpalan besar dan bagian yang cair. Gumpalan ini kemudian dipotong-potong, dipanaskan, dan dipress agar cairan yang terkandung di dalamnya banyak yang keluar. Gumpalan dibentuk dan dicelupkan (atau direndam) air garam atau ditaburi garam, untuk membunuh bakteri yang merugikan, dan diberi jamur. Dan terakhir calon keju ini dimasakkan pada kondisi tertentu. Kondisi serta lamanya pemasakkan tergantung dari jenis keju yang dibuat. Proses penggumpalan susu pada awalnya menggunakan rennet sapi, bovine (dari keluarga sapi), serta babi. Namun karena pertimbangan kehalalan produk serta segi ekonomisnya, sehingga mulai dikembangkan pengganti rennet dengan memanfaatkan peranan dari mikroba yang dapat mengasamkan susu. Mikroorganisme ini antara lain bakteri, yeast, dan mold. Spesies yeast yang umumnya digunakan dalam pembuatan keju yaitu Yarrowia lipolytica, Geotrichum candidum, dan Kluyveromyces lactis.
2. Menghasilkan enzim laktase
Laktase (juga dikenal sebagai hidrolase laktase-phlorizin, atau LPH), bagian dari keluarga β-galaktosidase enzim, adalah hidrolase glikosida terlibat dalam hidrolisis dari laktosa disakarida menjadi galaktosa konstituen dan monomer glukosa. Enzim laktase adalah Enzim mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Kedua zat yang dihasilkan tersebut, struktur kimianya lebih simpel dan lebih mudah diterima sebagai nutrisi tubuh manusia. Laktase sangat penting bagi tubuh untuk memecah laktosa. Intoleransi laktosa, atau ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang mengandung laktosa, merupakan akibat langsung dari defisiensi laktase. Laktosa tidak dapat diserap oleh tubuh kecuali diurai oleh laktase menjadi glukosa dan galaktosa.  Laktase diproduksi secara komersial dan dapat diekstraksi baik dari ragi seperti Kluyveromyces fragilis dan Kluyveromyces lactis dan dari jamur, seperti Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae.
3. Starter Pada Bahan Makanan dan Minuman Fermentasi
Yeast sejak zaman dahulu sudah dipergunakan hampir di seluruh dunia sebagai starter pada bahan makanan dan minuman fermentasi. Salah satu contohnya dalam pembuatan roti K.lactis Ch17 (ragi yang memfermentasikan laktosa dari sumber whey) bila digunakan dalam proporsi sama dengan ragi roti komersial (S.cerevisiae) dapat meningkatkan volume adonan hingga 50%. Jenis-jenis yang dapat dipakai sebagai starter masih belum sebanyak pemakaian pada bakteri misalnya: Saccharomyces cerevisiae, S. rouxii, Kluyveromyces lactis, Kluy. Marxianus Zygosaccaromyces soyae, Z. major dan Rhodotorula spp. Yeast yang berbeda akan memberikan proses yang berbeda. Pertumbuhan yeast pada media bahan pangan tersebut sangat tergantung pada sifat fisiologisnya yaitu pada umumnya yeast tumbuh pada kondisi dengan persediaan cukup air artinya tidak yang berlebihan. Ada pula kefir yang difermentasi dengan menggunakan kultur campuran bakteri dan khamir. Beberapa spesies bakteri yang diidentifikasi terdapat dalam kefir adalah Lactobacillus spp, Lactococcus spp., Streptococcus thermophilus, Acetobacter aceti, Enterococcus durans, dan Leuconostoc spp. Beberapa spesies khamir yang digunakan meliputi Candida spp., Saccharomyces spp., dan Kluyveromyces spp.  Kultur mikroorganisme yang beranekaragam ini membuat kefir mengandung probiotik yang lebih kompleks sehingga menghasilkan nutrisi yang lebih kaya.

Rhodotorula mucilaginosa

Rhodotorula, Pichia anomala, Kloeckera apiculata, dan Geotrichum candidum kebanyakan adalah khamir yang tidak ganas (non-patogen). Kelompok ini sangat banyak terdapat pada makanan fermentasi yang dikonsumsi sehari-hari. Produk yang mempergunakan Brewer’s atau baker’s yeast antara lain : Antibiotika, hormon kekebalan, dan penahan rasa sakit yang dipakai manusia secara berlebihan dan dalam waktu lama. Hal ini dapat memicu terbentuknya kelompok yang tanpa disadari telah mempunyai risk-factor. Akibatnya jenis khamir yang dapat menginvasi tubuh manusia menjadi bertambah.
Rhodotorula
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Fungi
Filum: Basidiomycota
Kelas: Urediniomycetes
Order: Sporidiales
family: Sporidiobolaceae
Genus: Rhodotorula
spesies: Rhodotorul
a. glutinis
              Rhodotorula minuta
              Rhodotorula mucilaginosa

Gambar untuk Rhodotorula mucilaginosa (gambar di atas tidak ditampilkan oleh Blogger setelah dipublikasikan) :
Rhodotorula adalah khamir yang berpigmen, bagian dari filum Basidiomycota, cukup mudah diidentifikasi dari warna koloni jingga/merah yang khas bila ditanam pada SDA (Sabouraud's Dextrose Agar).  Warna khas ini merupakan hasil dari pigmen yang dibuat oleh ragi untuk memblokir panjang gelombang tertentu dari cahaya yang dapat merusak sel. Warna koloni bervariasi dari warna krem sampai berwarna jingga/merah/merah muda atau kuning. Rhodotorula dapat dibiakkan dari sampel tanah, air, dan udara. Rhodotorula dapat memperoleh senyawa nitrogen dari lingkungannya dengan baik, dan dapat tumbuh di  udara yang telah bersih dari kontaminan. Ia juga dapat tumbuh pada manusia (misal : kulit, pernapasan, saluran pencernaan) dan dapat bersifat patogen dan menyebabkan penyakit. 
Rhodotorula terdiri dari beberapa spesies yaitu Rhodotorula minuta, Rhodotorula mucilaginosa dan Rhodotorula glutinis. Rhodotorula mucilaginosa adalah nama untuk spesies yang sebelumnya dikenal sebagai Rhodotorula mucilaginosa yang paling sering terisolasi pada manusia.  Spesies Rhodotorula biasanya menghasilkan sedikit pseudohifa yang belum sempurna dan tidak dapat memfermentasi gula tapi dapat mengasimilasi berbagai karbohidrat. Spesies Rhodotorula dapat menghasilkan pigmen karotenoid, yang berkoloni secara halus dan penampilannya seperti karang berwarna merah.
Rhodotorula mucilaginosa memiliki bentuk sel bulat sampai panjang dengan ukuran sel lebar 2,5-6,5 μm dan panjang 6,5-14 μm. Rhodotorula merupakan khamir yang tidak membentuk balitospora atau askospora sehingga dikelompokkan dalam famili Cryptococcaceae atau “asporogenus yeast”. Selnya berbentuk oval, spherical, dan bulat memanjang, kadang-kadang memperlihatkan bentuk pseudomiselium primitif dan berkembang biak dengan pertunasan multipolar.
Rhodotorula dapat memperoleh senyawa nitrogen dari lingkungannya dengan baik, bahkan di udara yang telah bersih dari kontaminan nitrogen masih tetap dapat tumbuh. Rhodotorula sp. tumbuh cepat pada temperatur rendah. Oleh karena itu dapat menyebabkan kerusakan pada produk-produk susu seperti yoghurt, mentega, krim, dan keju. Selain itu, Rhodotorula sp. juga dapat menyebabkan kerusakan pada ikan dan kerang, yang ditandai dengan adanya noda berwarna merah muda. Spesies Rhodotorula dapat hidup di lingkungan (misalnya, tanah, air) dan dapat tumbuh pada manusia (misalnya pada kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan). Dan terkadang dapat bersifat patogen dan menyebabkan penyakit.
Dalam banyak situasi klinis, Rhodotorula spp. dianggap sebagai zat pencemar, tetapi ketika diidentifikasi pada darah, infeksi terbesar dapat terjadi pada daerah cairan serebrospinal. Spesies ini dapat ditemukan dimana-mana, seperti di tanah, air, tanaman, dan sumber lingkungan yang lain. Rhodotorula juga dapat terisolasi pada kulit, kuku, konjungtiva, saluran pernapasan, gastrointestinal, dan saluran urinaria.
Penyakit manusia sangat jarang dihubungkan dengan Rhodotorula spp, tetapi pada kasus oportunistik seperti endokarditis, septicaemia, meningitis, ventriculitas, dan peritonitis ditemukan hubungan/relasi antar keduanya. Hal ini menjadi semakin penting dalam dunia klinis untuk mengenali dan mempertimbangkan organisme oportunistik dalam hubungan peningkatan jumlah pasien pada penyakit tersebut. Status immunocompromized, trauma operasi, dan menyuntikkan narkoba menjadi faktor utama yang menyebabkan infeksi. Pada beberapa laporan keadaan endogenous spesies Rhodotorula mucilaginosa dapat menginfeksi pasien yang immunocompromised terkait dengan HIV(Human Immunodeficiency virus)  positif pada seorang lelaki yang ditandai dengan demam, berubahnya sensorium, dan iritasi meningeal seperti kekakuan leher.. Infeksi yang disebabkan oleh Rhodotorula dapat mengancam jiwa karena menyebabkan septicemia, meningitis, infeksi sistemik, sepsis yang berkaitan dengan komplikasi dari pendiaman tengah vana kateter. Jamur yang kurang lazim yang ditemukan pada kulit dan saluran pencernaan orang yang sehat mungkin bertanggung jawab atas infeksi yang parah, infeksi yang difasilitasi oleh imunosuppression, atau faktor yang memungkinkan organisme oportunistik untuk berproliferasi pada perut, kulit, dan mukosa masuk pada jaringan. Kateter insersi intravaskularm operasi/tindakan bedah dan immunosuppresion merupakan faktor predisposisi.
Ada sebuah kasus yang muncul, yaitu tentang infeksi pasca-operasi  yang merupakan fraktur nonunion tulang paha pada pasien berusia 30 tahun karena Rhodotorula mucilaginosa. Selain itu Rhodotorula mucilaginosa juga merupakan penyebab peritonitis fungal pada pasien dengan dialisis ambulatori peritoneal berkelanjutan (CAPD). Hal ini terjadi karena kolonisasi saprofitik pada kateter dan penampilan sumber kontaminan biasanya menghilangkan gejala-gejalanya. Rhodotorula mucilaginosa  juga dapat menyebabkan fungemia, endokarditis, dan meningitis pada pasien yang menjalani kemoterapi untuk kanker .
Namun tidak selamanya Rhodotorula mucilaginosa membawa kerugian pada manusia. Dengan penanganan tepat, justru spesies ini dapat mendatangkan manfaat. Bersama dengan dua spesies Rhodotorula lainnya, mereka terkenal sebagai mikroorganisme penghasil karotenoid seperti torulen, torularhodin, dan β-karoten.  Pertumbuhan dan produksi pigmennya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sumber karbon, sumber nitrogen, vitamin, dan mineral. Selain itu, sistem fermentasi yang digunakan untuk menumbuhkan khamir dapat pula memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi pigmennya. Ada beberapa sistem fermentasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi pigmennya, seperti batch, fed batch, dan kontinyu.
Penelitian tentang hal tersebut dilakukan dengan mengamati profil pertumbuhan dan produksi pigmen karotenoid Rhodotorula mucilaginosa yang ditumbuhkan pada sistem fermentasi batch dan fed batch dengan glukosa sebagai sumber karbonnya. Perlakuan system fermentasi fed batch mengalami fase logaritmik yang lebih panjang karena kebutuhan sumber karbon (glukosa) masih dapat terpenuhi. Karbon dalam sel digunakan sebagai sumber energi dan penyusun rangka dari substansi seluler untuk pertumbuhan sel. Sumber karbon yang terbatas atau habis akan menurunkan pertumbuhan, bahkan dapat mematikan sel.
Karbon sangat diperlukan dalam pembentukan pigmen karena disamping sebagai senyawa penghasil energi (ATP, NADPH, dan FADH) juga merupakan komponen penyusun rangka utama pigmen karotenoid. Secara umum produksi pigmen karotenoid pada perlakuan fed batch lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan batch.
Glukosa sangat penting peranannya dalam pembentukan karotenoid pada Rhodotorula mucilaginosa. Glukosa sebagai sumber karbon akan diserap oleh sel dan mengalami serangkaian reaksi metabolisme. Glukosa akan dikatabolisme menjadi asetil Ko-A melalui reaksi glikolisis. Asetil Ko-A akan membentuk asam mevalonat. Mevalonat tadi akan dikonversi membentuk fitoen. Fitoen berturut-turut mengalami perubahan menjadi fitofluen, neurosporen, β-zeakaroten, ѵ-karoten dan akhirnya membentuk β-karoten. Pigmen β-karoten ini merupakan pigmen utama yang menyusun karotenoid dari Rhodotorula. Karotenoid lain yang terdapat pada Rhodotorula adalah torulen dan torularhodin yang merupakan kelompok asam karotenat turunan dari β-karoten

Candida Famata

Genus Candida ditandai dengan ragi bulat memanjang seperti sel atau blastoconidia yang berkembang biak dengan tunas multilateral. Kebanyakan spesies Candida juga ditandai oleh adanya pseudohifa yang berkembang dengan baik, namun karakteristik ini mungkin tidak ada, terutama pada spesies yang termasuk dalam genus Torulopsis. Arthroconidia, ballistoconidia dan pigmentasi koloni selalu ada. Dalam genus Candida, fermentasi, asimilasi nitrat dan asimilasi inositol mungkin ada atau tidak ada. Namun, semua strain positif inositol menghasilkan pseudohifa.
Candida famata adalah spesies ragi jamur terkait dengan Candida albicans. Ragi ini biasanya tidak berhubungan atas infeksi jamur yang umum terjadi, meskipun telah dilaporkan sebagai penyebab pada infeksi manusia.
 Kandidiasis, infeksi jamur yang paling umum pada manusia, termasuk infeksi yang mempengaruhi kulit, mata, saluran pencernaan dan sistem pernafasan. Hal ini, dalam beberapa dekade terakhir, Candida famata telah diklasifikasikan sebagai patogen pada manusia dan baru-baru ini terkait dengan penyakit seperti retinopathies yang dapat menyebabkan kebutaan dan infeksi pada sistem saraf pusat dan dalam darah.
Oleh karena itu deteksi spesifik dan identifikasi Candida famata masih jauh terbelakang. Tim peneliti telah menghasilkan antibodi monoklonal disebut sebagai CF3 dengan afinitas tinggi terhadap Candida famata, dengan pengakuan atas dehidrogenase gliceraldehyde-1-fosfat (GAPDH). Sejak GAPDH diakui oleh CF3 dibawah denaturing dan kondisi asli ini, menunjukkan bahwa epitop diakui merupakan urutan asam amino dari GAPDH dan bukan konformasi atau struktur dari enzim ini.
 Para CF3 antibodi yang sangat spesifik dan memungkinkan membedakan C. famata dari C. albicans, C. parapsilosis dan C. glabrata dalam ekstrak protein kasar. Selain itu, CF3 telah berhasil diuji dalam sampel darah untuk deteksi C. famata dan evolusinya pada pasien yang terinfeksi.
Wujud Candida famata muncul mirip dengan Candida albicans bila ditanam pada agar. Bedanya, bagaimanapun, adalah bahwa Candida famata tidak menghasilkan pseudohifa, yang mempunyai cabang filamen panjang dari sel awal.
Pada koloni dekstrosa Sabouraud, itu merupakan agar-agar berwarna putih seperti krim, halus, tidak berbulu, bentuknya seperti ragi. Morfologi mikroskopis menunjukkan bulat telur banyak, tunas ragi-seperti sel atau blastoconidia, ukurannya adalah 2,0-3,5 x 3,5-5,0 mm. Pseudohifa tidak diproduksi.
Candida famata memiliki pola asimilasi gula sangat mirip dengan C. Guilliermondii, dan itu sangat baik untuk melihat bahwa ini tidak muncul dalam hasil.  C. famata adalah sebuah lingkungan yang umum mengisolasi, hanya jarang ditemukan dari spesimen klinis, biasanya berhubungan dengan kulit.
 Strain ragi Candida famata diduga memiliki ketahanan yang lebih tinggi untuk  obat anti jamur, seperti amfoterisin B. Frekuensi Candida famata, Candida famata cukup banyak di lingkungan kita, tetapi menjadi patogen di dalam tubuh manusia lebih jarang terjadi. Tes fisiologis daftar pertumbuhan Candida famata sebagai "variabel" pada suhu tubuh normal seorang manusia. Spesies ragi Candida famata umumnya mempengaruhi kulit, dan ditemukan pada luka yang terbuka. Ini mungkin juga akan pulih dari patch psoriasis, saluran kencing, sisi bawah kuku dan retina mata.
Pengobatan dengan Flukonazol, tipe alternatif obat anti jamur untuk Candida albicans, yang dapat digunakan untuk mengobati Candida famata.
Manfaat Khamir Dalam Produk Pangan
          Dengan memperhatikan aktivitas yeast yang sangat reaktif dan beragam terhadap bahan makanan, maka dapat dikatakan yeast mempunyai potensi yang besar selain sebagai agen fermentasi, dapat memberi perubahan yang sangat signifikan baik dalam rasa, aroma maupun tekstur dari pangan tersebut. Seperti kita lihat selain pada pembuatan roti dan minuman yang beraroma alkohol, atau dari sayur dan buah fermentasi secara umum pemanfaatan yeast dalam mengembangkan produk pangan dapat diketahui seperti di bawah ini :
a. Susu dan produk olahannya
Produk
Yeast spesies
Susu segar, pasteurisasi
Rhodotorula spp., Candida famata, C. diffluens, C. curvata, Kluyveromyces marxianus, Cryptococcus flavus.
Mentega
Rhodotorula rubra, R. glutinis, Candida famata, C. diffluens, C. lipolytica, Cryptococcus laurentii.
Yogurt
Kluyveromyces marxianus, Candida famata, Debaryomyces hansenii, Saccharomyces cerevisiae,
Hansenula anomala.
Keju Cottage dan segar
Kluyveromyces marxianus, C. lipolytica, Candida famata dan Candida yang lain, Debaryomyces hansenii, Cryptococcus laurentii, Sporobolmyces roseus.
Keju lunak dimatangkan dengan jamur (mold)
Kluyveromyces marxianus, Candida famata, Candida lipolytica, Pichia membranafaciens, P. fermentans, Debaryomyces hansenii, Saccharomyces cerevisiae, Zigosaccharomyces rouxii.
b. Daging dan produk olahannya
Produk
Yeast spesies
Daging segar merah dan unggas
Candida spp., Rhodotorula spp., Debaryomyces spp., Trichosporon (jarang diteliti).
Daging Domba beku
Cryptococcus laurentii, Candida zeylanoides,
Trichosporon pullulans.
Daging kalkun beku
Cryptococcus laurentii, Candida zeylanoides.
Daging potong atau cincang
Candida lipolytica, C. zeylanoides, C. lambica, C. sake, Cryptococcus laurentii, Debaryomyces hansenii, Pichia membranaefaciens.
Daging yang diolah (sosis, ham)
Debaryomyces hansenii,Candida spp,Rhodotorula spp
Dari tabel diatas, Candida famata bermanfaat untuk pembuatan produk susu segar (pasteurisasi), mentega, yogurt, keju Cottage dan segar, dan keju lunak dimatangkan dengan jamur (mold)

Rhodotorula Glutinis

Rhodotorula glutinis merupakan salah satu bagian dari filum Basidiomycota, yang termasuk dalam genus khamir liar (wild yeast). Khamir yang termasuk Rhodotorula memiliki beberapa warna, yaitu  merah, merah muda, atau kuning, yang sering menyebabkan perubahan warna pada makanan. Rhodotorula glutinis yang memiliki warna merah dikenal sebagai produsen pigmen karoten.
Rhodotorula glutinis memiliki sisi positif dan negatif untuk industri pangan. Sisi positif dari Rhodotorula glutinis adalah pada kemampuan Rhodotorula glutinis dalam menghambat pertumbuhan dan produksi potulin dari Penicillium expansum yang membuatnya dapat menjadi agen biokontrol yang potensial untuk mengurangi kerusakan apel atau pir saat pasca panen. Selain itu, penggunaan Rhodotorula glutinis dapat meningkatkan keamanan dari produk buah-buahan, seperti jus. Rhodotorula glutinis juga dapat dikembangbiakkkan dalam agar.
Disisi lain, Rhodotorula juga memiliki sisi negatif. Rhodotorula glutinis dapat menjadi kontaminan produk pangan, seperti keju, buah, jus buah, dan olahan daging. Rhodotorula glutinis juga memiliki laju pertumbuhan yang lebih lambat dibanding Rhodotorula mucilaginosa. Pertumbuhan Rhodotorula glutinis dapat dipengaruhi dengan modifikasi suhu dan konsentrasi NaCl. Beberapa spesies Rhodotorula  sering tumbuh dan menimbulkan bintik – bintik merah atau merah muda pada daging dan sauerkraut.
Pengendalian Penicillium expansum oleh Rhodotorula glutinis
            Penicillium expansum merupakan jamur patogen pasca panen pada buah – buahan, seperti apel dan pir. Sel khamir, Rhodotorula glutinis, dapat menghambat perkecambahan spora dan perpanjangan tuba germinasi serta pertumbuhan miselium jamur ini. Terhambatnya perkecambahan tersebut dapat terjadi karena persaingan dalam penggunaan nutrisi antara sel khamir dengan spora jamur.
Infeksi jamur P. expansum pada buah apel dapat menyebabkan pembusukan yang nampak halus, sedikit mengkerut pada tahap lanjut, lunak, basah dan berwarna coklat pucat. Luka menyebar pada permukaan maupun pada jaringan sel di bawahnya menuju pada bagian tengah buah. Rhodotorula glutinis pada konsentrasi (107 dan 108 sel ml-1) dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan jamur P. expansum pada luka buah apel pada suhu 20°C.  Pemberian Rhodotorula glutinis pada luka buah apel pada 2 jam sebelum inokulasi spora jamur, mampu menghambat persentase infeksi dan menghambat kecepatan penyebaran luka pada jaringan buah yang telah diinkubasikan selama 7 hari pada suhu 20°C.
Rhodotorula glutinis pada konsentrasi 108 cfu.ml- mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan infeksi oleh jamur patogen pasca panen yaitu P. expansum di luka buah apel sampai sekitar 60%. Hal ini diduga karena adanya keterlibatan kompetisi nutrisi serta air dalam penghambatan infeksi jamur P. expansum oleh sel khamir di bagian luka buah apel.
Rhodotorula glutinis pada Bioteknologi
Rhodotorula glutinis merupakan khamir yang dapat memproduksi enzyme α-L arabinofuranosidase ke dalam media kultur dan secara alami hadir dalam proses fermentasi serta merupakan bioteknologi potensial yang menarik. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kultur organisme antara lain penggunaan pepton sebagai sumber Nitrogen, komposisi garam, pH, temperatur. Sumber karbon industri seperti molasses beet (sirup  tebu) dan Cosette beet telah digunakan dalam produksi khamir ini.
            Penggunaan pepton tidak diperlukan jika media kultur mempunyai persediaan nitrogen yang cukup dan mudah diasimilasi untuk pertumbuhan Rhodotorula glutinis.
            Penggunaan komposisi garam yang berbeda di media kultur mempengaruhi pertumbuhan khamir. Komposisi garam yang dapat digunakan: (0,3% (b / v) (NH4) 2 SO 4; 0,1% (b / v) KH2PO4 dan 0,05% (b / v) MgSO4 x 7H2O). Kenaikan konsentrasi KH2PO4 dan MgSO4 x 7H2O bisa memiliki efek negatif terhadap pertumbuhan ragi.
Kondisi pertumbuhan terbaik untuk produksi α-arabinofuranosidase oleh R. glutinis adalah pH 5,2 dan 28 ºC.
Rhodotorula glutinis pada Pembuatan Jus
Penelitian tentang aroma buah-buahan telah menunjukkan sumber penting dari senyawa volatil yang dapat memperkaya profil aromatik dari jus dan minuman fermentasi. Komposisi kimia dari potensi aroma yang dibentuk oleh senyawa volatil seperti monoterpen, berasal dari shikimate atau C13 nonsoprenoids, yang terkait dengan β-D-glukosida atau diglicosides. Senyawa ini terkait dengan gula yang dibebaskan dalam dua langkah: awalnya, sebuah α-arabinofuranosidase (ABF), kemudian sebuah α-rhamnosidase atau β-apiosidase, diikuti oleh aksi dari β glukosidase-D. Banyak dari senyawa aromatik secara alami dibebaskan selama pematangan buah. Namun, kegiatan enzim tanaman tidak dapat sepenuhnya membebaskan senyawa aromatik pada buah yang merupakan sumber penting dari aroma jus. Contoh jus disini adalah jus anggur, karena karakteristik fisikokimianya sulit untuk mempertahankan aktivitas enzim yang stabil selama proses elaborasi (pengembangan).  Rhodotorula glutinis dapat dipertimbangkan dalam pembuatan jus anggur karena dapat mengeluarkan enzim yang berpartisipasi dalam langkah pertama dari reaksi pelepasan senyawa aromatik untuk menghasilkan aroma jus.
Rhodotorula glutinis pada Limbah Industri Berlemak
Khamir Rhodotorula glutinis dapat digunakan dalam produksi β- karoten. Rhodotorula glutinis juga dapat menghasilkan triasilgliserol. Khamir berlemak mudah ditumbuhkan pada berbagai limbah pertanian dan limbah industri berlemak seperti pada industri pangan. Khamir ini juga dapat ditumbuhkan pada air limbah monosodium glutamat atau gliserol dari limbah biodiesel.
Pertumbuhan dan Pigmentasi Rhodotorula glutinis
Rhodotorula merupakan genus utama dalam memproduksi pigmen karotenoid, yaitu karoten, torulen, dan torularhodin. Namun jenis, konsentrasi, dan hasil dari berbagai karotenoid tergantung pada spesies mikroorganisme dan kondisi perkembangbiakannya. Rhodotorula merupakan sumber yang kaya akan lemak dan vitamin karena adanya pigmen karotenoid. Oleh karena itu, Rhodotorula glutinis dapat dimasukkan ke dalam makanan untuk meningkatkan nilai gizi dan mencegah jamur tumbuh pada makanan.
Pertumbuhan dan pigmentasi dari Rhodotorula glutinis dipengaruhi oleh perbedaan pencampuran sumber karbon. Pada monosakarida, pertumbuhan karotenoid terlihat lebih tinggi pada pencampuran fruktosa, kemudian diikuti oleh glukosa dan galaktosa. Namun, galaktosa dapat memperkuat pertumbuhan sel lebih maksimal dibandingkan glukosa dan fruktosa. Pada disakarida, pertumbuhan dan pigmentasi maksimal ditemukan pada sukrosa. Sedangkan laktosa tidak mendukung pertumbuhan dari khamir ini. Pencampuran laktosa pada khamir jarang ditemukan pada kondisi alami. Namun, karotenogenesis dari Rhodotorula glutinis pada ultrafiltrat whey dapat dicapai dengan mengkombinasikannya dengan Lactobacillus helveticus. L-arabinose merupakan substrat yang kurang baik untuk pertumbuhan dan produksi pigmen. D-xylose mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, namun hanya untuk karotenoid moderate, dimana D-ribose menghasilkan pertumbuhan dan pigmentasi yang lebih tinggi.
Selain sumber karbon, produksi karotenoid juga dipengaruhi oleh sumber nitrogen. Sumber nitrogen yang paling baik untuk memproduksi karotenoid pada Rhodotorula glutinis adalah sodium nitrat, kemudian diikuti oleh asam kasein hidrosilat, urea, dan ekstrak khamir. Rhodotorula glutinis dapat berkembang pada konsentrasi dekstrose yang berbeda – beda. Jumlah sodium nitrat yang tepat sebagai sumber nitrogen menunjang terjadinya pigmentasi yang tinggi, yaitu pada konsentrasi dekstrose 30 g/L.
Berbagai periode inkubasi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi karotenoid. Hal ini menunjukkan bahwa pigmentasi dari Rhodotorula glutinis tidak berkaitan dengan pertumbuhannya karena kandungan karotenoid pada saat sel mencapai tingkat maksimalnya membuat pertumbuhan sel berhenti (fase stasioner). Sebaliknya, pada penelitian lain menunjukkan bahwa produksi pigmen pada khamir berpengaruh pada pertumbuhannya. Pemeliharaan sel saat kondisi stasioner setelah masa inkubasi tidak menunjukkan peningkatkan kandungan karotenoid. Periode 12 hari merupakan waktu optimum untuk inkubasi dibandingkan dengan periode 10 hari.
Rhodotorula glutinis mampu tumbuh dan memproduksi pigmen pada semua temperatur uji yang pernah dilakukan, kecuali pada temperatur 42 ºC (pertumbuhan  tanpa adanya pigmentasi diabaikan). Peningkatan berat sel secara maksimal diikuti dengan sedikitnya pigmentasi, yang terjadi pada temperatur 29-32 ºC. Pada umumnya genus Rhodotorula dapat berkembang pada rentang temperatur yang luas, yaitu dari 5 sampai 26 ºC. Pengaruh temperatur pada karotenogenesis khamir tergantung pada karakteristik khusus spesies dan kekuatan pada mikroorganisme.
Penyinaran bukan merupakan faktor yang dibatasi untuk pertumbuhan dan pigmentasi dari Rhodotorula glutinis. Sebaliknya, penyinaran dapat menstimulasi terjadinya karotenogenesis.
Tannase yang diproduksi dari Rhodotorula glutinis
Rhodotorula glutinis berperan penting dalam pembuatan dan pertumbuhan konsentrasi asam tanic pada tannase. Meningkatnya konsentrasi asam tanic bepengaruh pada peningkatan produksi tannase. Tannase (tannin acyl hydrolase EC 3.1.120) merupakan enzim yang penting yang digunakan dalam berbagai macam industri, seperti industri makanan, farmasi, kosmetik, dan beverage.
Tannase merupakan enzim hidrolase ekstraseluller yang menginduksi keberadaan asam tanic dan produk akhirnya berupa asam gallic. Asam gallic adalah senyawa intermediat penting yang disintesis oleh anti bakteri obat, trimitroprim, yang digunakan dalam industri farmasi. Asam gallic juga merupakan substrat sintesis kimia dari propyl gallate, dan antioksidan yang manjur digunakan dalam industri makanan.
Tannase juga berperan sebagai agen clarifying pada beberapa wine, bir, jus atau buah, dan minuman penyegar dengan perasa kopi.
Tannase dapat berasal dari tumbuhan, hewan, dan jalur mikrobial. Sumber terpenting berasal dari enzim hasil jalur mikrobial karena produk enzim lebih stabil.
Dalam pembuatan tanin, Rhodotorula glutinis diisolasi selama satu tahun dari hasil pemecahan hasil hydrolisable tanin, dan dijaga tetap pada suhu 30 ºC. Komposisi medium yang digunakan terdiri dari 1,5 % asam tanic sebagai substrat, 0,3 % laktosa sebagai gula tambahan, 0,8 % urea sebagai sumber nitrogen, yang dibiakkan selama tiga hari. Beberapa faktor seperti karbon dan nitrogen berperan penting dalam peningkatan pertumbuhan secara baik dalam metabolisme kedua dari mikroorganisme.